Fenomena childfree atau keputusan untuk tidak memiliki anak semakin menjadi pembicaraan hangat di Indonesia. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam kajian DATAin 2023, sekitar 8% perempuan Indonesia memilih untuk tidak memiliki anak.
Angka tersebut setara dengan 71.000 perempuan, mayoritas berasal dari wilayah Pulau Jawa atau kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Yogyakarta, dan Bandung.
Perempuan yang mengambil keputusan ini umumnya berasal dari kalangan berpendidikan tinggi dan mempertimbangkan faktor kesiapan finansial serta kesehatan mental sebelum memiliki anak.
Namun, di tengah keputusan ini, masyarakat Indonesia juga masih memegang erat norma tradisional seperti “banyak anak banyak rezeki.”
Di sisi lain, perempuan dengan tingkat pendidikan rendah sering kali tidak memiliki akses terhadap perencanaan keluarga yang baik. Hal ini memicu beban mental dan ekonomi yang berat, terutama ketika memiliki banyak anak tanpa dukungan yang memadai.
Sebagai keluarga Kristen, bagaimana kita menyikapi fenomena ini? Apakah keputusan untuk childfree sejalan dengan firman Tuhan? Dan bagaimana gereja dapat membimbing jemaatnya untuk tetap menghormati panggilan Ilahi, sembari mendukung kesehatan mental keluarga?
Dalam Kejadian 1:28, Tuhan memberikan perintah kepada manusia, “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu.”
Perintah ini bukan sekadar instruksi untuk melahirkan anak secara biologis, tetapi juga merupakan panggilan untuk mendirikan keluarga yang mencerminkan kasih dan kemuliaan Tuhan.
Anak-anak adalah anugerah dari Tuhan (Mazmur 127:3), tetapi panggilan untuk menjadi orang tua tidak hanya berarti memiliki anak, melainkan juga bertanggung jawab untuk membesarkan mereka dalam iman dan kebenaran.
Sumber : Jawaban.com | Puji Astuti